Box Layout

HTML Layout
Backgroud Images
Backgroud Pattern
blog-img-10

Posted by : Administrator

Bisakah Manusia Melihat Hal Gaib, Bagaimana Menurut Islam?

Mengetahui Hal Yang Gaib ? Gaib Muthlaq dan Gaib Nisbi (Muqayyad)

Mengetahui hal yang gaib secara muthlaq adalah sifat wewenang Allah Ta’ala. Dalam al-Quran Allah berfirman:

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh hmahfuz).” (QS.Al-An’aam : 59)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan sendiri bahwa segala kunci hal yang gaib secara mutlaknya, tidak ada yang dapat mengetahuinya dalam bentuk substansial, dzati, independen, bentuk partikularnya dan dalam bentuk yang rinci, kecuali hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Dan ini oleh para ulama disebut dengan Ghaib Muthlaq atau Haqiqi. Akan tetapi ada sebagian hamba-Nya yang Allah berikan pengetahuan gaib dalam batas-batas karunia dan karomah dari Allah Ta’ala. Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan:

Firman Allah Ta’ala : “(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui keghaiban, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang keghaiban itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya”. (QS Jin : 26-27).

Ini sama dengan ayat Allah : “dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya“. Demikian juga di sini Ia mengatakan bahwa Dia, Allah mengetahui dimensi gaib dan nyata dan sesungguhnya tidak ada satupun makhluk-Nya yang mengetahui sesuatu apapun dari ilmu Allah, kecuali dari apa yang telah Allah tampakkan. Dan ini umum mencangkup utusan dari malaikat ataupun manusia. Hal ini disebut oleh para ulama ahli tafsir dengan ghaib nisbi atau muqayyad.

Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa mengetahuinya seseorang soal gaib itu wasilah malaikat, sebagaimana kita mengetahui hal yang berkaitan dengan akherat seperti surga dan neraka, dan ini termasuk hal yang gaib dan kita mengetahuinya melalui perantara Nabi shalallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan syaikh Ibnu Taimiyyah mengetakan:

Dan bukanlah setiap orang yang mendapatkan wahyu secara umum adalah seorang nabi, tetapi kadang juga diwahyukan kepada selain manusia“.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga; ia menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk memperlihatkan–kepada keduanya–‘auratnya. Sesungguhnya, ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya, Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-A’raf:27)

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :

“al-Baihaqi meriwayatkan dalam Manaqib asy-Syafi’i dengan sanda dari ar-Rabi’, “ Aku mendengar imam Syafi’i berkata, “ Barangsiapa yang mengaku telah melihat jin, maka kami tolak kesaksiannya kecuali seorang nabi “. Ini dimaksudkan bagi orang yang mengaku melihat jin dengan wujud aslinya. Adapun orang yang mengaku melihat jin setelah berubah wujud lainnya seperti binatang, maka tidak tertolak kesaksiannya”.

Dalam ayat itu menjelaskan bahwa manusia tidak bisa melihat setan dari posisi di mana manusia tidak bisa melihatnya. Namun mafhumnya adalah ketika manusia berada di posisi yang manusia mampu melihatnya, maka manusia itu akan melihatnya. Ini sesuai komentar imam Asy-Syaukani :

“Sekelompok ulama berdalil dengan ayat ini bahwa melihat syaitan itu tidak memungkinkan. Padahal ayat tersebut tidaklah menunjukkan demikian. Setidaknya ayat tersebut berbicara bahwa syaitan mampu melihat kita dari sekiranya kita tidak melihatnya, tapi bukan berarti kita tidak mampu melihatnya selamanya, karena ketiadaan kita melihat syaitan di saat syaitan melihat kita, tidaklah melazimkan ketiadaannya secara muthlak “

Posisi yang dapat memungkinkan mansuia melihatnya adalah diantaranya posisi:

  1. Setan atau jin telah berubah wujud dari aslinya ke wujud yang baru atau lainnya.
  2. Di posisi manusia dimasuki oleh jin yang menembus portal gaib jiwanya. Namun pada kondisi dan sifat tertentu dan jenis jin tertentu. Yaitu ketika jin telah menembus pada tingkatan ruh khayali manusia.
  3. Poisisi di mana Allah bukakan hijab batinnya tanpa ada campur tangan jin di dalamnya sebagai karomah untuk orang shalih dan maunah untuk orang mukmin.
    (Al-Lathoif As-Saniyyah : 8; Ibnu Abdillah Al-Katibiy)